Kamis, 28 Juli 2011

TIDAK SEMUA KEHAMILAN DIKEHENDAKI

Tidak semua kehamilan dikehendaki, terutama kalau itu terjadi pada remaja yang masih sekolah (SMP, SMA). Disebutkan bahwa di Afrika dan Amerika Latin, 20-60% dari kehamilan pada remaja di bawah 20 tahun adalah tidak dikehendaki (Kompas, 4 Maret 2001) . Mengapa remaja lebih sering mengalami kehamilan tidak dikehendaki (KTD) ? Jawabannya akan sangat klise, “Karena enggak siap!”. Secara fisik, remaja sedang mengalami perkembangan tubuh sehingga belum sampai pada kondisi 'puncak' siap untuk melahirkan. Data menyebutkan bahwa risiko kematian pada perempuan yang hamil dan melahirkan pada usia dibawah 20 tahun , 2 sampai 5 kali lebih besar daripada mereka yang berusia 20-29 tahun. Sementara secara psikis, belum siap mental menjadi ortu, karena remaja sedang dalam proses 'sibuk dengan dirinya sendiri', lalu bagaimana harus memberi perhatian optimal pada anak ? Kalau secara ekonomi, kayaknya cukup jelas, remaja yang masih sekolah sebagaian besar belum mandiri, bahkan sering memperpanjang masa disokong ortu sampai lulus SMA atau kuliah.

Cuman kenyataannya, banyak sekali kasus kehamilan tidak diinginkan pada remaja. Sayangnya  enggak ada data paten tentang jumlahnya, tapi pasti kamu pernah denger atau punya temen yang mengalami persoalan kayak gini khan?. Jadi, bisa dibayangin sendiri berapa banyak jumlahnya. Lalu kenapa sih kok sampai bisa hamil ? Data konseling kehamilan remaja di PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) menggambarkan tiga alasan yang paling sering muncul dari cerita para remaja. Pertama, hubungan seksual (HUS) yang pertama itu sama sekali nggak direncanakan . Jadi sebenarnya dia nggak siap melakukannya.  Tahu-tahu udah kejadian atau enggak bisa menahan diri.  Hal kayak gini sering diungkapkan oleh mereka. Akibatnya kalau terjadi kehamilan, kehamilannya pun tidak direncanakan. Hal ini terjadi akibat keengganan atau males untuk mengambil keputusan tentang perilaku seksual sebelumnya. Maksudnya, kalau sejak awal sudah males mikirin mau pacaran dengan gaya yang seperti apa ? (mau yang horror horror atau yang aman aman dan sehat?),  mau mengambil risiko sebesar apa, atau apakah sudah menimbang nilai-nilai sekeliling ? sering ujung-ujungnya kecelakaan seperti ini. Biasanya situasi ini terjadi pada remaja yang takut menghadapi konflik dan risiko, pemecahan masalah dipikirkan belakangan kalau memang benar-benar terjadi kehamilan. yang lebih gawat lagi, kalau sebenarnya sejak awalpun hubungan seksual itu juga enggak dia inginkan, tapi nggak berani nolak ajakan pacar, akhirnya kejadian, dan resikonya ya itu tadi : HAMIL….

Kedua, rendahnya pengetahuan seksual. Mulai dari ketidaktahuan tentang seksualitas sampai tidak tahu dimana harus bertanya dan mendapatkan bantuan yang terpercaya. Sebagai contoh, banyak banget remaja yang percaya pada mitos-mitos seksualitas seperti: satu kali HUS tidak akan hamil, sesudah HUS , vagina dicuci atau loncat-loncat biar nggak terjadi pembuahan, minum pil tuntas untuk menggugurkan kehamilan. Padahal semua mitos itu salah adanya. Bahkan yang lebih tragis, ada beberapa remaja perempuan yang tidak tahu bahwa 'itulah yang dinamakan HUS' sampai kemudian hamil. Ada juga remaja yang sudah sadar banget bahwa mereka seksual aktif dan tahu bahayanya kalau HUS tanpa pengaman. Mereka berusaha mencari alat pengaman tapi sulit didapatkan, entah karena malu, mahal, atau sulit menjangkaunya. Akibatnya sekali lagi : KEHAMILAN YANG TIDAK DIINGINKAN.

Ketiga, Lagi-lagi persoalan laki-laki-perempuan. Banyak remaja perempuan yang mengaku tidak menginginkan HUS-nya yang pertama, tapi tidak mampu menolak keinginan pacar, atau remaja perempuan yang sudah bersedia melakukan HUS aman tapi ditolak oleh pasangan, dengan berbagai alasan seperti : “Memangnya loe nggak percaya sama gue ?”, “pasti nggak bakalan hamil, deh !” “Nggak mau pake itu ah, rasanya tidak alamiah!” .dll.  Biasanya, alasan ketiga ini menyebabkan KTD yang dialami oleh remaja perempuan akan lebih sulit diterima, karena sejak awal mereka sudah khawatir dan tidak menginginkannya.

KTD yang dialami oleh remaja yang masih sekolah sungguh sangat besar risikonya. Selain risiko di atas, risiko lain sudah menanti. Seperti, dikeluarkan dari sekolah, menikah muda –meskipun tidak siap, atau menggugurkan kandungan. Untuk menghindarkan diri dari aib karena harus keluar sekolah biasanya keluarga memilih untuk menikahkan , mengungsikan sementara sampai  melahirkan, dimana anak yang dilahirkan bisa dipelihara oleh ortu atau diserahkan pada yayasan pemelihara bayi/yatim piatu, atau melakukan aborsi, secara aman maupun tidak. Kalau dilihat dari data WHO di seluruh dunia sepertiga dari perempuan yang aborsi berusia dibawah 20 tahun. Sementara kematian akibat aborsi yang tidak aman (tidak memenuhi standar kesehatan) tiap tahunnya adalah 70.000-200.000. Ngeri kan. Padahal sering kali pilihan aborsi diambil untuk menghindari tekanan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Risiko terberat akhirnya ditanggung oleh remaja perempuan. Begitu dia hamil, dia tidak berhak mengambil keputusan. Keputusan tentang kehamilannya ditentukan oleh ortu, guru, atau pacar. Nggak bisa menolak menikah, nggak bisa menolak untuk dikeluarkan dari sekolah, ataupun menolak untuk melakukan aborsi.

Lalu gimana sih , kalau udah kejadian hamil. Apa yang seharusnya dilakukan oleh kita semua ?
Sanksi mengeluarkan siswi yang hamil, harus ditiadakan. karena adalah hak setiap warga untuk mendapatkan pendidikan. Sebenarnya juga nggak ada Undang-undang yang mengatakan bahwa siswi yang hamil atau punya anak nggak boleh sekolah lagi. Aturan itu muncul karena norma sosial "tidak boleh HUS sebelum nikah". Sekolah merasa malu ,kalau didapati siswinya hamil, sehingga mengeluarkan si siswi menjadi jalan keluarnya. Idealnya perlu diberlakukan kesempatan cuti sampai melahirkan atau disediakan sekolah khusus bagi ibu yang sedang hamil dan punya bayi, sehingga mereka punya kesempatan untuk tetap menuntut ilmu sambil memelihara anak. beberapa negara seperti Australia, Amerika Serikat punya model semacam ini. Tentunya aturan ini harus dibarengi dengan pendidikan untuk masyarakat. Gimana masyarakat tidak menghukum dan membantu remaja yang mengalami KTD. Teramat penting juga adalah memberikan pendidikan seksual buat remaja, terbukti pendidikan seksual tidak hanya ngasih pengetahuan tentang tubuh tetapi juga membantu remaja untuk mengambil keputusan yang tepat tentang perilaku seksualnya.


{ Dapatkan DVD terapi gelombang otak untuk mengatasi gangguan tidur , klik link di bawah ini....} 
Sumber : www.gelombangotak.com/mengatasi_gangguan_tidur.htm

Label: , , ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda